![]() |
Rusdin Tompo dan AB Iwan Azis saat ngopi di Warkop Azzahra Jalan Abdullah Dg Sirua, Rabu, 16 April 2025. (Dok. Tebarnews.com/Handover) |
Oleh Rusdin Tompo (Pegiat Literasi dan Koordinator SATUPENA Sulawesi Selatan)
"Fiam Mustamin itu berhak hidup di Jakarta. Dia bisa beradaptasi dengan lingkungan sosial ibu kota dari kalangan mana pun," kata AB Iwan Azis dalam obrolan di Warkop Azzahrah, Rabu, 16 April 2025.
Saya dan Iwan Azis baru ngopi bareng lagi, setelah lebih sebulan kami absen ke warkop. Ini pertemuan pertama setelah Ramadhan dan Idulfitri 1446 H.
Begitu ketemu, lelaki yang masih terlihat perlente di usia jelang 78 tahun itu, lantas bercerita macam-macam aktivitasnya.
Maklum, Iwan Azis merupakan Ketua RW di Kelurahan Karangpuang. Dia juga pengurus DMI (Dewan Masjid Indonesia) di Kecamatan Panakkukang. Sehingga bahan baku ceritanya lumayan banyak. Belum lagi aktivitas bersama komunitas sepedanya, yang membuatnya tetap bugar.
Namun, seperti biasa, topik tentang film selalu menjadi menu utama setiap kali kami bertemu. Dia memang lekat dengan bioskop dan perfilman. Dia pernah jadi pengurus organisasi perbioskopan dan juga pengurus PARFI.
Karena itu, dia kenal baik Fiam Mustamin, yang diakui sebagai teman akrab. Dia menilai Fiam berani melawan Jakarta. Bahkan Fiam keluar sebagai pemenang.
"Saya kenal dia sudah lama. Hanya saja, lama juga kami tidak ketemu. Kadang hanya berkomunikasi melalui video call," ungkap Iwan Azis.
Pria berkacamata bulat itu lantas memperlihatkan panggilan video call dari nomor telepon genggam Fiam tapi dia tidak sempat mengangkatnya.
Dia tidak tahu kalau sahabatnya itu sedang berada di Makassar untuk kegiatan bedah buku "Misteri Jalan Setapak dan Menanjak". Dia mengira Fiam meneleponnya dari Jakarta.
Fiam Mustamin datang ke Makassar terkait Musyawarah Besar (Mubes) XII Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) dan Pertemuan Saudagar Bugis-Makassar (PSBM) yang digelar tanggal 9-11 April 2025.
Mubes XII kemudian menetapkan Andi Amran Sulaeman sebagai nakhoda KKSS masa bakti 2025 -2030. Andi Amran Sulaeman, merupakan Menteri Pertanian Kabinet Merah Putih, juga Ketua Umum Ikatan Alumni UNHAS.
Setelah perhelatan itu, Fiam mengadakan peluncuran dan bincang buku karyanya, "Misteri Jalan Setapak dan Menanjak", di Roemah Masagena, Selasa, 15 April 2025. Buku ketujuhnya ini terbitan Prodeleader, September 2024.
Kegiatan bincang buku ini diorganisir oleh Kak Yudhistira Sukatanya, dengan menggandeng Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA Sulawesi Selatan. Mereka yang hadir terdiri dari seniman, budayawan, akademisi, penulis, pegiat literasi, dan jurnalis.
Ada tiga pembahas bukunya, yakni Dr M Dahlan Abubakar, akademisi dan jurnalis senior, Anil Hukma, akademisi dan sastrawan, serta saya, sebagai penulis, pegiat literasi dan Koordinator SATUPENA Sulawesi Selatan.
Fiam Mustamin di hadapan undangan mengaku, penerbitan dan peluncuran bukunya ini sesuatu yang ni nawa-nawa, yang dia impikan. Ketika dia menyerahkan bukunya kepada beberapa orang, antara lain, Hj Munasiah Daeng Jinne, maestro penari pakarena, matanya tampak berkaca-kaca.
Harus diakui, kata Iwan Azis, tidak semua orang mampu bertahan hidup di ibu kota Jakarta. Sebab, tidak bisa hanya sekadar pindahkan cara hidup di Makassar ke Jakarta.
Saya pun meng-iyakan. Berdasarkan kisah beberapa tokoh asal Sulsel, yang pernah saya dengar, mereka memilih pulang kembali ke Makassar karena merasa tidak cocok dengan suasana di sana.
Iwan Azis memuji Fiam Mustamin yang tetap terjaga identitasnya sebagai orang Bugis. Katanya, logat Soppeng Fiam tidak hilang walau sudah lama hidup di rantau.
Fiam Mustamin lahir tanggal 1 Januari 1954, di daerah pegunungan Sering Watanlipue, Kecamatan Donri-Donri, Kabupaten Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan. Sebelum ke Jakarta meniti kariernya, dia bergaul dengan seniman dan budayawan di Makassar.
Fiam di mata Iwan Azis adalah sosok yang sombere. Dia rendah hati. Punya banyak kenalan public figure, mulai selebritas, sosialita, politisi, tokoh ternama, hingga pejabat tinggi.
"Saya terhubung dengan beliau karena satu organisasi di PARFI. Beliau di pusat saya di Sulsel," tambah Iwan Azis.
Fiam eksis di organisasi perfilman dan kesenian. Nama Fiam dikenal di kalangan artis, Lingkungan pergaulannya Zaenal Bintang, Rahman Arge, Aspar Paturusi, dan lain-lain. Diakui, Fiam juga punya kemampuan menulis yang baik.
Fiam, lanjut Iwan Azis, mampu masuk dan ikut berkontribusi dalam organisasi-organisasi besar di Jakarta. Dia bahkan selalu ada di lingkaran dalam suatu organisasi. Misalnya di KKSS
"Ibarat pohon, dia ranting di antara batang-batang kayu pohon yang rimbun," begitu Iwan Azis menggambarkan sahabatnya itu.
Lantaran faktor usia, Iwan Azis mengaku sudah jarang ke bioskop. Namun dia tetap mengikuti perkembangan film nasional. Sudah jadi habitusnya, sehingga segala yang berbau film selalu membuatnya antusias.
Luar biasanya, daya ingatnya masih kuat. Dia tak perlu menggunakan mesin pencari Google, kalau bicara tentang film-film bertema Sulawesi Selatan, dengan film maker yang kesohor di masanya.
Dia menyebut sejumlah film yang tenar dan sempat melambungkan aktor-aktor dan produser asal Makassar ke pentas nasional.
Film Di Ujung Badik (1971), katanya, diangkat dari tulisan karya Rahman Parenrengi, Wakil Pemimpin Redaksi Harian Tegas. Judul asli tulisannya berbahasa Makassar, yakni "Bombongna Biring Moncong".
Rahman merupakan adik dari Ramiz Parenrengi, pernah Ketua PARFI Makassar.
Syuting film ini antara lain di Talasalapang, yang saat itu masih berupa hamparan sawah, dan masih masuk wilayah Kabupaten Gowa.
Film lain yang diceritakan, yakni Sanrego (1971). Ide cerita film ini dari Latief Makka, yang punya Restoran Pualam di Pantai Losari.
Film yang diperankan oleh WD Mochtar dan Rachmat Hidayat ini diproduksi oleh CV Alam Film Ujung Pandang. Sutradaranya Arifin C Noer.
Film yang diproduksi Latief Makka, ada beberapa, di antaranya, Direktris Muda dan Latando (Latando di Toraja). Film Direktris Muda pemerannya antara lain Emilia Contessa dan Erwin Kallo. Sementara film Latando disutradarai oleh Dolf Damora.
Kalau film Jangan Renggut Cintaku (1990), kata Iwan Azis, diangkat dari tulisan Rahman Arge berjudul "Langkah-Langkah Dalam Gerimis". Berkat film ini Rahman Arge mendapat Piala Citra sebagai Pemeran Pembantu Pria Terbaik. Lokasi film antara lain di Bulukumba dan Pangkep.
Obrolan film bagai sekuel yang masih akan berlanjut, meski kami berpisah setelah menuntaskan kopi susu dan teh susu beruang sore itu. (*)